Yang
dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan
membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun
tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.
Meninggalkan
rukun shalat ada dua bentuk.
Pertama:
Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan
tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua:
Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
1. Jika mampu untuk mendapati rukun
tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ulama.
2. Jika tidak mampu mendapatinya lagi,
maka shalatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama
(mayoritas ulama) berpendapat bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi
hilang.
3. Jika yang ditinggalkan adalah
takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak
memasuki shalat dengan benar.
Rukun –rukun shalat ada 11 :
1. Berdiri bagi yang mampu
2. Takbiratul ihram
3. Membaca Al-Fatihah
4. Ruku’ dan Thuma’ninah
5. I’tidal setelah ruku’
6. Sujud dgn thuma’ninah
7. Duduk dintara dua sujud
8. Tasyahud akhir dan duduk tasyahud
9. Shalawat atas nabi ketika
mengucapkan tasyahud akhir
10. Salam
11. Tertib / Urut
Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ
قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى
جَنْبٍ
“Shalatlah
dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika
tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”[1]
Rukun kedua: Takbiratul ihram
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مِفْتَاحُ
الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka
shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat
adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan
salam. ”[2]
Yang
dimaksud dengan rukun shalat adalah ucapan takbir “Allahu Akbar”. Ucapan
takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak
ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.”[3]
Rukun keempat : Ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya (sampai
ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak memenuhi rukun),
ثُمَّ
ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Kemudian
ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.”[4]
Keadaan
minimal dalam ruku’ adalah membungkukkan badan dan tangan berada di lutut.
Sedangkan
yang dimaksudkan thuma’ninah adalah keadaan tenang di
mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang
jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, beliau
bersabda,
لاَ
تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ
فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ
وَتَسْتَرْخِىَ
“Shalat
tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, …
kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di
lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.”[5]
Ada pula
ulama yang mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekadar membaca dzikir
yang wajib dalam ruku’.
Rukun kelima : I’tidal setelah ruku’
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ
ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
“Kemudian
tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”[6]
Rukun keenam : Sujud dengan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ
اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian
sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”[7]
Hendaklah
sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2] Telapak tangan kanan dan
kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ
أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ
عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku
diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung, beliau
mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak tangan kanan dan kiri, [4,5]
lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri. ”
Rukun ketujuh : Duduk di antara dua sujud
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ
اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا
، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian
sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan
thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika
sujud.”[8]
Rukun kedelapan : Tasyahud akhir dan duduk tasyahud
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا
قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ …
“Jika
salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at
tahiyatu lillah …”.”[9]
Bacaan
tasyahud:
التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا
النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى
عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“At
tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu
wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish
sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu
wa rosuluh.” (Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga
segala shalat dan amal shalih. Semoga
kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan
segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan
hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya) [10]
Apakah
bacaan tasyahud “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan
bacaan “assalaamu ‘alan nabi”?
Al Lajnah
Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,
“Dalam
tasyahud apakah seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”
atau bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud pernah
mengatakan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat, mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun
setelah beliau wafat, para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab:
Yang lebih
tepat, seseorang ketika tasyahud dalam shalat mengucapkan “assalamu ‘alaika
ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah yang lebih benar
yang berasal dari berbagai hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud mengenai bacaan
tasyahud yang mesti diganti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat
–jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil
ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang
ada. Seandainya ada perbedaan hukum bacaan antara sebelum Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat dan setelah beliau wafat, maka pasti Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.
(Yang
menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua,
Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan
‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota)[11]
Rukun kesembilan : Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan tasyahud
akhir[12]
Dalilnya
adalah hadits Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam shalatnya
tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mendo’akan orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,
إذا صلى
أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم
يدعو بعد بما شاء
“Jika
salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung
dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu berdo’a setelah itu semau kalian.”[13]
Bacaan
shalawat yang paling bagus adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Allahumma
sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa
‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa
‘ala aali Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka
hamidun majiid.”[14]
Rukun kesepuluh : Salam
Dalilnya
hadits yang telah disebutkan di muka,
مِفْتَاحُ
الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Yang
mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya
kembali adalah ucapan salam. ”[15]
Yang
termasuk dalam rukun di sini adalah salam yang pertama. Inilah pendapat ulama
Syafi’iyah, Malikiyah dan mayoritas ‘ulama.
Rukun kesebelas : Urut dalam rukun-rukun yang ada / Tertib
Alasannya
karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya,
digunakan kata “tsumma“ dalam setiap rukun. Dan “tsumma” bermakna
urutan.[17]
Sunnah-Sunnah
Shalat
Sunnah-sunnah shalat adalah
ucapan dan perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan dalam shalat. Pelakunya
diberi pahala dan shalat orang yang meninggalkannya tidak batal walaupun
ditinggalkan dengan sengaja, dan tidak disyariatkan juga baginya untuk sujud
sahwi
Penulis membagi sunnah-sunnah
shalat ini menjadi dua, yaitu sunnah qauliyah (ucapan) dan sunnah fi’liyah
(perbuatan).
1. Membaca surat setelah
Al_Fatihah
Menurut ijma’ ulama disunnahkan
membaca surat pada rakaat pertama setelah membaca Al_Fatihah. Demikian juga
terkadang disunnahkan membacanya pada rakaat ketiga dan keempat.
Dari Abu Qatadah, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al_Fatihah pada dua rakaat
pertama pada shalat zhuhur dan ashar. Terkadang beliau memperdengarkan ayat
(yang beliau baca). Pada rakaat ketiga dan keempat beliau hanya membaca
Al_Fatihah saja.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Al_Bukhari
dan Muslim]
Adapun membaca surat pada rakaat
ketiga dan keempat, berdasarkan hadits dari Abu Sa’id bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca dalam shalat zhuhur pada dua rakaat pertama di setiap
rakaat sekitar 30 ayat, dan membaca pada dua rakaat yang terakhir sekitar 15
ayat… [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]
Dari hadits-hadits di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sunnah hukumnya membaca surat lebih panjang pada rakaat
pertama dan kedua daripada surat yang dibaca pada rakaat ketiga dan keempat.
2. Membaca dzikir ketika
ruku’
Dzikir ketika ruku’ di antaranya
adalah subhaanaka Allahumma rabbaa wa bihamdika Allahummaghfirliy (Mahasuci
Engkau, ya Allah, Rabb kami, dan segala puji bagi_Mu. Ya Allah, ampunilah
dosaku). [HR. Bukhari dan Muslim]
Selain itu, dzikir ketika ruku’
adalah subbuwhun qudduwsun, rabbul malaaikati warruwhi (Engkau Rabb Yang
Mahasuci – dari kekurangan dan hal yang tidak layak bagi kebesaran_Mu),
Mahaagung, Rabb Malaikat dan Jibril). [Hadits hasan diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan An_Nasa’i II/191)]
3. Membaca dzikir ketika
i’tidal
Dzikir ketika i’tidal setelah
mengucapkan Rabbana lakal hamdu di antaranya adalah Rabbanaa wa lakal
hamdu hamdan katsiron thoyyibam mubaarokan fiyhi (Wahai Rabb kami, bagi_Mu
segala puji, aku memuji_Mu dengan pujian yang banyak, yang baik lagi penuh
dengan keberkahan). [Hadits shahih, diriwayatkan oleh
Al_Bukhari, Abu Dawud, At_Tirmidzi dan An_Nasa’i]
4. Membaca dzikir ketika
sujud
Dzikir ketika sujud di antaranya
adalah subhaanaka Allahumma rabbaa wa bihamdika Allahummaghfirliy (Mahasuci
Engkau, ya Allah, Rabb kami, dan segala puji bagi_Mu. Ya Allah, ampunilah
dosaku). [HR. Bukhari dan Muslim]
Selain itu, dzikir ketika sujud
adalah subbuwhun qudduwsun, rabbul malaaikati warruwhi (Engkau Rabb Yang
Mahasuci – dari kekurangan dan hal yang tidak layak bagi kebesaran_Mu),
Mahaagung, Rabb Malaikat dan Jibril). [Hadits hasan diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan An_Nasa’i II/191)]
5. Berdoa ketika duduk
di antara dua sujud
Doa ketika duduk di antara dua
sujud di antaranya adalah Allahummaghfirliy warhamniy wajburniy wahdiniy
warzuqniy (Ya Allah ampunilah dosaku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku,
tunjukkanlah aku (ke jalan yang benar), dan berilah aku rezki (yang halal).
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At_Tirmidzi.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani]
Selain itu, bisa juga dengan doa
Rabbighfirliy ….. Rabbighfirliy (Wahai Rabbku ampunilah dosaku ….. Wahai Rabbku
ampunilah dosaku). [Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An_Nasa’i
(III/226)]
6. Mengucapkan shalawat
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah membaca tasyahhud awal dan
akhir
Diriwayatkan dari Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Dahulu kami mempersiapkan siwak dan air wudhu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kapan saja beliau dapat bersiwak dan
berwudhu lalu mengerjakan shalat malam sebanyak sembilan rakaat. Beliau tidak
duduk kecuali pada rakaat kedelapan, lalu beliau berdoa kepada Rabbnya dan
bershalawat kepada Nabi_Nya, lantas beliau bangkit tanpa mengucapkan salam.
Kemudian beliau melanjutkan ke rakaat kesembilan, lalu duduk (tasyahhud akhir),
memuji Rabbnya, bershalawat kepada Nabi_Nya dan berdoa …..” [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Muslim]
7. Berdoa setelah
tasyahhud awal dan akhir
Doa setelah tasyahhud awal
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila kalian
duduk di rakaat kedua (tasyahhud awal), maka ucapkanlah: Segala penghormatan
hanya milik Allah, dan segala sanjungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan
terlimpah atasmu, wahai Nabi, begitu kepada kita dan hamba-hamba Allah yang
shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan_Nya. Lantas pilihlah
doa mana saja yang disukainya dan mohonlah kepada Rabbnya dengan doa tersebut.”
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]
Adapun doa setelah tasyahhud
akhir berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila
salah seorang di antara kalian selesai membaca tasyahhud akhir, maka
berlindunglah kepada Allah dari empat hal: dari siksa Neraka Jahannam, siksa
kubur, fitnah (prahara) kehidupan dan kematian, dan kejahatan Al_Masih
Ad_Dajjal.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan
Muslim] Dalam riwayat lain disebutkan, “Dari perbuatan dosa yang merugikan.”
8. Mengucapkan salam
yang kedua
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengucapkan salam 2 kali berdasarkan riwayat dari ‘Amir bin Sa’ad dari
ayahnya, ia berkata, “Aku melihat Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri hingga aku melihat putih
pipinya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]
Abu Malik Kamal bin As_Sayyid
Salim menjelaskan bahwa salam pertama hukumnya wajib, dan salam kedua hukumnya
sunnah. Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu
‘anha bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah salam satu
kali dengan menghadapkan wajahnya ke depan agak sedikit ke kanan. [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh At_Tirmidzi (295) dengan sanad yang shahih]
9. Dzikir dan doa
setelah shalat
Banyak sekali hadits-hadits yang
menjelaskan tentang dzikir setelah shalat, di antaranya adalah sabda Rasulullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa bertasbih kepada Allah
setiap selesai shalat sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan
bertakbir sebanyak 33 kali, yang berarti berjumlah 99 kali. Lalu ia
menyempurnakannya menjadi 100 kali dengan ucapan: laa ilaaha illallah wahdahu laa
syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadiir (Tiada
Ilah yang berhak diibadahi selain Allah semata yang tidak ada sekutu bagi_Nya
pujian dan bagi_Nya kerajaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu), maka diampuni
dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” [Hadits shahih, diriwayatkan
oleh Muslim]
Adapun doa setelah shalat, maka
ada beberapa jenis doa yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
antaranya adalah Allahumma a’inniy ‘ala dzikrika, wa syukrika, wa husni ‘ibaadatika
(Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk menyebut nama_Mu, bersyukur
kepada_Mu, dan beribadah kepada_Mu dengan baik). [Hadits shahih, diriwayatkan
oleh Abu Dawud, At_Tirmidzi, dan An_Nasa’i dengan sanad yang shahih]
Selain itu juga, doa setelah
shalat adalah Allahumma inniy as aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqon thoyyibaa, wa
‘amalam mutaqobbaa (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada_Mu ilmu yang
bermanfaat, rizki yang halal, dan amalan yang diterima. [Hadits hasan, diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dan Ahmad (IV/55) dengan sanad yang hasan]
Penjelasan :
Berdoa seusai shalat hukumnya
mustahab (dianjurkan) – insya Allah –. Pernah ditanyakan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling
didengar (oleh Allah)?” Beliau menjawab, “Doa yang dipanjatkan di tengah malam
dan setelah shalat-shalat fardhu.” [Hadits shahih, diriwayatkan
oleh At_Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al_Albani]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar